Dalam Diam yang Berbicara
Malam itu, hujan turun perlahan, seolah langit turut berduka. Saya baru saja selesai mengurus pemakaman di luar kota ketika telepon saya berdering. Suara di ujung sana terdengar gemetar, hampir tak terdengar di antara isakan yang tertahan, Dalam Diam yang Berbicara.
“Anak saya… dia… dia sudah tiada,” kata seorang perempuan dengan suara patah-patah. Saya bisa merasakan kepedihan yang tak terhingga dari setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Namanya Bu Sari, seorang ibu tunggal yang baru saja kehilangan putra satu-satunya, Dimas, yang meninggal mendadak di usia 12 tahun karena komplikasi penyakit yang selama ini tidak terdeteksi. Saya tahu bahwa ini adalah panggilan terberat yang bisa diterima oleh siapa pun, dan saya tahu bahwa kami harus bergerak dengan hati-hati dan penuh empati.
Ketika kami tiba di rumah Bu Sari, suasana begitu sunyi, seolah setiap dinding menyerap kesedihan yang mendalam. Dimas terbaring di ranjangnya, wajahnya tampak damai, seolah ia hanya tertidur. Bu Sari duduk di sampingnya, memegang tangan anaknya yang sudah tak bernyawa. Ia terlihat begitu rapuh, seakan semua kekuatan telah lenyap dari tubuhnya.
Suara Yang Terdengar
Kami mendekat dengan perlahan, memberikan waktu kepada Bu Sari untuk mengucapkan perpisahan terakhirnya. “Kami di sini untuk membantu, Bu. Kamboja akan mengurus semuanya agar Ibu bisa fokus pada perasaan Ibu sendiri,” kata saya dengan suara yang serendah mungkin, mencoba menawarkan sedikit kenyamanan di tengah duka yang mendalam.
Bu Sari menatap saya dengan mata yang sembab. “Saya tidak tahu harus bagaimana… hanya ingin dia dimakamkan dengan baik. Saya tidak punya siapa-siapa lagi selain Dimas,” ujarnya lirih.
Kami merasakan beban yang begitu berat di hati kami. Kehilangan anak adalah hal yang tak terbayangkan bagi siapa pun, dan sebagai ibu tunggal, Bu Sari menghadapi kenyataan itu sendirian. Namun, inilah saat di mana kami harus menjadi lebih dari sekadar penyedia layanan; kami harus menjadi penopang, tempat berlindung, dan sahabat dalam masa yang paling gelap ini.
Proses jasa pemakaman 24 jam dimulai dengan lembut dan penuh rasa hormat. Kami mengurus segala persiapan dengan cermat, mulai dari menyiapkan peti mati yang sederhana namun indah, hingga mengatur prosesi pemakaman yang sesuai dengan keinginan Bu Sari. Sepanjang waktu, kami memastikan bahwa Bu Sari tidak merasa sendirian, selalu ada seseorang yang mendampinginya, mendengarkan tangisannya, dan menguatkan bahunya yang lemah.
Saya melihat bagaimana Bu Sari mencoba mengumpulkan kekuatannya. Ia duduk di kursi, menatap kosong ke depan, seolah mencari jawaban atas kehendak Tuhan yang begitu tiba-tiba. Dalam hening, ia meremas-remas tisu di tangannya, hanya sesekali ia menyeka air mata yang terus mengalir tanpa henti.
Dalam Diam yang Berbicara Dengan Jelas
Ketika akhirnya hari pemakaman tiba, langit masih mendung, namun hujan berhenti sejenak, memberikan waktu untuk perpisahan yang terakhir. Prosesi berjalan dengan tenang, setiap orang yang hadir memberikan penghormatan terakhir kepada Dimas dengan doa dan keheningan yang khidmat. Saya bisa melihat betapa sulitnya bagi Bu Sari untuk melepaskan anaknya, namun ia tetap berdiri dengan tabah, meski air matanya tak henti-hentinya mengalir.
Setelah semua selesai, Bu Sari berterima kasih kepada kami. “Terima kasih… untuk semuanya. Saya tak tahu bagaimana saya bisa melewati ini tanpa bantuan kalian,” katanya dengan suara serak.
Saya hanya bisa tersenyum kecil, merasa bahwa kata-kata itu tak cukup untuk menggambarkan apa yang kami rasakan. Namun, melihat Bu Sari akhirnya bisa melepaskan Dimas dengan damai, saya tahu bahwa kami telah melakukan tugas kami dengan baik.
Pemakaman bukan hanya tentang mengurus yang telah pergi, tetapi juga tentang menjaga mereka yang ditinggalkan. Dan dalam setiap tetes air mata yang mengalir, ada kekuatan yang perlahan tumbuh, memberikan harapan bahwa suatu hari, meski luka itu tak akan pernah benar-benar hilang, kehidupan akan terus berjalan.
Dalam diam yang berbicara, kami semua belajar untuk menerima, melepaskan, dan melanjutkan hidup dengan penuh rasa syukur dan kenangan yang takkan pernah pudar.
Leave a Comment