Dinginnya Harapan Sepasang Suami Istri

Sudah malam ketika hujan turun dengan deras di luar. Jalanan yang biasanya ramai menjadi sepi, kecuali beberapa mobil yang sesekali melintas di jalan yang basah oleh guyuran hujan. Arman, seorang calon ayah duduk mengendalikan kemudi motor tua keluaran tahun 70an, matanya berkonsentrasi pada jalan yang licin oleh hujan deras. Di belakangnya, istrinya, Maya, duduk dengan raut wajah yang penuh ketegangan, sesekali menggenggam erat badan sang suami.

Mereka berdua dalam perjalanan menuju rumah sakit. Waktu itu tiba, saat ketika bayi pertama mereka akan harus segera dilahirkan. Tapi di tengah perjalanan yang seharusnya penuh harapan, kegelapan mencekam mereka. Saat tiba di rumah sakit, sejumlah perawat dan dokter langsung menghapiri. Tetapi, kebahagiaan yang diharapkan itu tak kunjung datang. Setelah waktu yang terasa seperti abadi, seorang dokter keluar dengan ekspresi datar dan suram.

“Maaf ya pak, bu,” kata dokter dengan ketus. “Bayi Anda lahir prematur dan kondisinya sangat rentan. Kami telah melakukan segala yang kami bisa, tetapi…”

Kata-kata itu terputus oleh isak tangis Maya. Ayahnya, Arman, mencoba menenangkan istrinya sebaik yang dia bisa, meskipun dirinya juga merasakan kehampaan yang mendalam. Sang dokter langsung beranjak pergi meninggalkan mereka berdua seolah hal itu adalah sesuatu yang biasa terjadi sehari-hari.

Setelah beberapa saat, mereka diberi kesempatan untuk melihat bayi mereka. Di ruangan kecil itu, suasana seakan membeku. Arman memandang bayi kecil yang terbaring di atas meja, wajahnya pucat tanpa tanda-tanda kehidupan. Ia merasakan dadanya sesak, berat rasanya menghadapi kenyataan bahwa bayi mereka tak akan pernah bisa mereka genggam dengan erat.

Setelah momen yang menyedihkan itu, mereka diminta untuk memberi nama pada bayi mereka. Arman dan Maya memilih nama Aiden, nama yang selalu mereka impikan untuk anak mereka. Meskipun Aiden hanya berada bersama mereka begitu sebentar, namanya akan selalu diingat sebagai bagian dari keluarga mereka.

Ide Gila

Setelah itu, mereka diberi formulir dan berbagai surat-surat resmi untuk diurus. Namun, ketika Arman membaca formulir pemakaman, hatinya hancur lagi. Dia menyadari bahwa mereka tidak memiliki cukup uang untuk pemakaman. Maya dan dia telah menghabiskan semua tabungan mereka untuk persiapan menyambut kelahiran Aiden.

Dengan hati yang berat, mereka kembali ke rumah mereka, membawa Aiden yang sudah dingin di dalam pelukan mereka. Di rumah, Arman menatap lembut wajah malaikat kecil mereka. Dia tahu mereka harus segera mengambil tindakan, tetapi pikirannya kacau. Bagaimana mungkin dia harus mengubur anaknya sendiri?

Dalam keputusasaan, Arman mencari solusi. Dia tidak bisa membiarkan Aiden terbengkalai begitu saja. Udara kota Bekasi saat itu hampir mendekati 40 derajat panasnya. Akhirnya, dia punya ide. Dia membawa Aiden ke dapur dan menatanya di dalam freezer kulkas butut yang di belinya dari tetangga beberapa tahun silam. Ini mungkin terdengar gila, tetapi untuk saat ini, itu adalah satu-satunya solusi yang dia miliki. Dia memutuskan untuk menyimpan jenazah Aiden di sana sementara dia mencari cara untuk memenuhi persyaratan pemakaman.

Hari-hari berlalu dengan cepat. Setiap kali Arman membuka freezer, dia disambut oleh bayi kecil yang tetap tidak bergerak di dalamnya. Maya juga terus meratapi kepergian Aiden, meskipun kehilangan itu masih terasa sangat segar bagi mereka.

Beberapa minggu kemudian, Arman akhirnya menerima surat kematian resmi dari rumah sakit. Dengan hati yang berat, dia melihat tanggal di surat itu. Setelah itu, dia mulai mengatur pemakaman untuk Aiden. Meskipun duka yang mendalam masih meliputi mereka, mereka merasa sedikit lega bahwa mereka bisa memberikan penghormatan terakhir yang pantas bagi putra mereka.

Pemakaman Aiden dihadiri oleh beberapa kerabat dan teman dekat. Meskipun itu adalah momen yang pahit, itu juga menjadi kesempatan bagi Arman dan Maya untuk merayakan keberadaan singkat tapi berarti dari Aiden dalam hidup mereka.

Kenangan

Seiring waktu berlalu, kesedihan mereka perlahan-lahan mulai mereda, tetapi kenangan akan Aiden akan selalu ada dalam hati mereka. Meskipun perjalanan mereka dipenuhi dengan kesedihan dan penderitaan, mereka tahu bahwa cinta mereka satu sama lain akan selalu menjadi penyangga di saat-saat sulit seperti ini. Dan di tengah-tengah dinginnya freezer, Aiden akan tetap menjadi bagian dari keluarga mereka, maka mengingatkan mereka akan kehadirannya yang singkat namun berharga.

Leave a Comment

Leave a Reply