Kenangan yang Tak Pernah Mati
Aku masih ingat pertama kali bertemu Ibu Hana. Tubuhnya yang sudah renta, langkahnya pelan, namun matanya masih menyimpan bekas luka yang dalam. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya terasa seperti beban bertahun-tahun yang telah dipikul sendirian. Hari itu, ia datang ke kantor kami dengan satu permintaan sederhana, namun penuh dengan kedalaman emosi yang tak terukur, Kenangan yang Tak Pernah Mati.
“Ibu ingin memindahkan makam anak saya,” katanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh rasa kehilangan yang begitu besar.
Anaknya, Reza, meninggal dalam kecelakaan tragis lima tahun lalu. Sebuah kecelakaan yang merenggut bukan hanya nyawa, tetapi juga sepotong hati Ibu Hana. Sejak hari itu, makam Reza terletak di sebuah kota yang jauh, tempat ia dulu tinggal dan bekerja. Ibu Hana, yang tinggal sendirian di kampung, merasa semakin sulit untuk mengunjungi makam anaknya. Tubuhnya tak lagi kuat melakukan perjalanan jauh, dan ia merasa kehilangan semakin menyiksa setiap kali hari peringatan tiba tanpa kehadiran di pusara sang anak.
Kenangan Yang Selalu Diingat
Kami, di layanan pemakaman umum Kamboja, sudah terbiasa dengan berbagai kisah duka. Namun, setiap kali ada orang yang datang dengan hati yang hancur seperti Ibu Hana, kami tahu tugas kami bukan hanya sekadar memberikan layanan praktis. Ini adalah tentang memberikan kedamaian batin, sesuatu yang tak ternilai dengan uang.
Aku bisa merasakan kesedihan yang tak pernah benar-benar hilang dari wajah Ibu Hana ketika ia menjelaskan keinginannya. Ia ingin memindahkan makam Reza ke dekat rumahnya, agar setiap pagi ia bisa duduk di samping pusara anaknya dan berbicara seolah Reza masih ada di sana. Namun, di balik keinginannya itu, aku bisa melihat ketakutan yang terpendam — ketakutan bahwa proses pemindahan ini akan menjadi terlalu berat bagi dirinya, baik secara fisik maupun emosional.
Kami meyakinkan Ibu Hana bahwa dia tidak akan sendirian dalam proses ini. Tim kami akan mengurus semua, mulai dari penggalian hingga pemindahan ke lokasi baru. Kami memastikan bahwa setiap langkah akan dilakukan dengan penuh penghormatan, seperti kami melayani keluarga kami sendiri. Ibu Hana tidak perlu merasa terbebani, baik dalam hal administrasi maupun persiapan.
Saat hari pemindahan tiba, Ibu Hana berdiri di samping kami. Mata tuanya menyaksikan prosesi dengan keheningan yang penuh makna. Ada air mata yang mengalir di pipinya, tetapi ia tidak lagi terlihat seberat hari pertama kami bertemu. Sebaliknya, ia tampak sedikit lebih ringan, seolah beban bertahun-tahun mulai terangkat perlahan.
Kenangan yang Tak Pernah Mati
Setelah proses pemindahan selesai, kami membawa Ibu Hana ke makam baru Reza, yang sekarang berada di dekat rumahnya. Tempat itu dikelilingi oleh pohon-pohon rindang, dengan angin lembut yang membawa ketenangan. Ibu Hana berjongkok di depan nisan baru anaknya, menyentuh batu itu dengan jemari gemetar. Aku melihat bibirnya bergerak, berbisik lembut kepada anaknya, mungkin seperti yang biasa ia lakukan di malam-malam sunyi.
“Terima kasih,” kata Ibu Hana pada kami dengan senyum yang penuh air mata. “Sekarang saya bisa merasa lebih dekat dengan Reza. Saya bisa datang kapan saja, berbicara dengannya kapan saja. Kalian sudah membuat semuanya lebih mudah bagi saya.”
Melihat Ibu Hana yang tersenyum dengan damai setelah bertahun-tahun berduka, itulah saat di mana aku benar-benar merasa bahwa pekerjaan kami di sini bukan sekadar layanan. Kami membantu orang-orang seperti Ibu Hana untuk menemukan kedamaian yang mereka cari — kedamaian untuk terus hidup dengan kenangan yang mereka bawa.
Proses ini, walau penuh kesedihan, adalah sebuah penghormatan. Kami tahu, melalui setiap langkah yang kami lakukan, kami telah memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar layanan pemakaman. Kami telah memberikan ruang bagi Ibu Hana untuk melanjutkan hidupnya dengan lebih tenang, bersama kenangan anaknya yang tak pernah mati.
Di balik setiap cerita duka yang datang ke kantor kami, selalu ada harapan yang terselip. Dan kali ini, harapan itu adalah milik Ibu Hana, seorang ibu yang kini bisa kembali merasa dekat dengan anaknya, meski ia sudah tiada.
Leave a Comment