Menyusun Kepingan Hati
Matahari sore memudar perlahan di cakrawala, mengiringi keheningan yang mendalam di pemakaman kecil itu. Angin sepoi-sepoi membawa aroma rumput basah yang baru dipotong, seolah-olah ikut berduka dalam keheningan. Di tengah pemakaman, berdirilah sepasang suami istri, Aisyah dan Budi, dengan wajah yang penuh luka dan kehilangan. Mereka berdiri di hadapan makam anak mereka, Alif, yang meninggal dalam kecelakaan tragis beberapa bulan yang lalu, Menyusun Kepingan Hati.
Sore itu, mereka tak sendiri. Bersama mereka, ada tim dari jasa pemakaman Kamboja 24 jam, yang dengan penuh perhatian dan kepekaan, menemani setiap langkah mereka dalam proses pemindahan makam Alif. Hari itu adalah hari yang sangat berat bagi Aisyah dan Budi, namun bantuan dari tim Kamboja memberikan mereka ruang untuk benar-benar merasakan dan mengekspresikan kesedihan mereka tanpa harus terbebani oleh teknis pemindahan.
Merangkai Kembali
Aisyah menggenggam tangan Budi erat-erat, berusaha menemukan kekuatan dalam satu sama lain. Matanya basah, tetapi ia mencoba menahan tangisnya agar tetap tegar. “Aku masih ingat hari itu, Budi. Alif pulang sekolah dengan senyum lebar di wajahnya. Dia bercerita tentang mimpinya menjadi insinyur. Semua hancur dalam sekejap,” kata Aisyah dengan suara bergetar.
Budi menarik napas panjang, matanya memandang ke bawah, ke tanah yang akan digali ulang. “Aku tahu, Sayang. Tapi hari ini, kita di sini untuk memberikan tempat peristirahatan yang lebih baik untuk Alif. Dia layak mendapatkan yang terbaik, bahkan dalam kepergiannya.”
Tim Kamboja mulai bekerja dengan hati-hati, menjaga agar setiap langkah diambil dengan penuh penghormatan. Mereka memahami betul bahwa setiap tindakan, sekecil apapun, memiliki makna mendalam bagi orang tua yang berduka. Salah satu anggota tim, Pak Rudi, seorang pria paruh baya yang sudah lama bekerja di bidang ini, mendekati pasangan itu. “Kami akan memulai sekarang. Jika ada yang perlu disampaikan, kami selalu ada di sini untuk Anda,” katanya lembut.
Aisyah dan Budi mengangguk, berterima kasih atas pengertian dan dukungan yang mereka terima. Mereka mundur sedikit, memberikan ruang bagi tim untuk bekerja. Sementara itu, mereka duduk di bangku dekat pohon besar, memandangi proses yang berjalan. Setiap sekop tanah yang diangkat terasa seperti beban yang terangkat dari hati mereka, meskipun hanya sedikit.
Menyusun Kepingan Hati Yang Indah
Ketika akhirnya peti Alif diangkat, Aisyah tidak bisa lagi menahan air matanya. Budi merangkulnya erat, membiarkan tangis mereka tumpah bersama. Tangisan itu adalah ungkapan dari segala duka, kehilangan, dan cinta yang tak pernah pudar untuk Alif.
Tim Kamboja bekerja dengan sigap namun penuh rasa hormat, membawa peti ke tempat peristirahatan yang baru. Pak Rudi memastikan bahwa semuanya berjalan lancar, dengan penuh perhatian terhadap detail yang mungkin terlihat sepele bagi orang lain, namun sangat penting bagi mereka yang ditinggalkan.
Setelah makam baru selesai, Aisyah dan Budi berdiri lagi di depan tempat peristirahatan terakhir Alif. Mereka membawa bunga-bunga segar, meletakkannya dengan penuh cinta. “Alif, nak, di sini lebih tenang. Kami selalu mencintaimu dan merindukanmu,” bisik Aisyah dengan suara serak.
Budi menambahkan, “Kamu selalu ada di hati kami, Le. Selalu.”
Pak Rudi mendekati mereka lagi, kali ini dengan secangkir teh hangat untuk keduanya. “Kami di sini tidak hanya untuk mengurus proses, tapi juga untuk mendukung Anda. Kehilangan ini besar, tapi kami harap dengan bantuan kecil kami, Anda bisa fokus pada kenangan dan cinta untuk Alif.”
Aisyah dan Budi menerima teh itu dengan senyuman lemah namun penuh rasa terima kasih. Mereka tahu, dalam duka yang mendalam ini, mereka tidak sendirian. Ada tangan-tangan yang membantu mereka menyusun kembali kepingan hati yang hancur. Ada rasa tenang dalam mengetahui bahwa Alif kini beristirahat dengan damai, di tempat yang lebih baik, dikelilingi oleh cinta yang tak terbatas dari orang tua dan orang-orang yang peduli.
Leave a Comment