Nada Terakhir Seorang Maestro
Di pagi yang cerah, berita duka menghantam dunia musik seperti badai yang datang tiba-tiba. Raka Pradipta, seorang musisi terkenal yang karyanya sudah menginspirasi banyak orang, meninggal mendadak. Ia ditemukan tak bernyawa di studio rekamannya, sebuah tempat yang selama ini menjadi saksi bisu dari karya-karya agungnya. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi para penggemarnya, tetapi juga bagi keluarganya yang kini harus menghadapi beban berat mengurus pemakaman yang layak, Nada Terakhir Seorang Maestro.
Sore itu, di rumah sederhana yang ditempati oleh keluarga Raka, kesedihan terlihat jelas di wajah mereka. Istrinya, Lina, tak kuasa menahan air mata. Di sampingnya, dua anak mereka, Adit dan Naya, memeluk erat satu sama lain, mencoba mencari kekuatan di tengah kehilangan yang begitu mendadak.
Alunan Musik Yang Terkenang
“Bagaimana kita bisa mengurus semua ini, Ma?” tanya Adit dengan suara bergetar.
Lina hanya bisa terisak. Dalam benaknya, berputar berbagai kekhawatiran tentang biaya pemakaman, tumpukan tagihan, dan masa depan anak-anaknya tanpa sosok ayah yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Namun, di saat yang bersamaan, ia teringat pada sesuatu yang pernah dibicarakan Raka beberapa bulan lalu.
“Pah, kita perlu berbicara tentang asuransi kematian,” kata Lina saat itu, tapi Raka hanya tersenyum.
“Aku sudah mengurus semuanya, Ma. Aku ingin kalian tidak perlu khawatir jika sesuatu terjadi padaku,” jawab Raka lembut.
Kala itu, Lina tidak terlalu memperhatikan pembicaraan tersebut. Namun, kini ia bersyukur karena Raka telah mengambil langkah bijak tersebut. Lina menghubungi agen asuransi yang dulu sempat ditemui Raka. Dengan suara tegas yang ia coba paksakan, Lina menjelaskan situasi yang tengah dihadapinya.
Beberapa hari kemudian, bantuan dari asuransi pemakaman/kematian datang. Beban yang selama ini dirasakan Lina sedikit terangkat. Mereka bisa mengurus pemakaman dengan layak, memberikan penghormatan terakhir yang pantas untuk Raka. Prosesi pemakaman diadakan dengan penuh khidmat. Para sahabat, rekan kerja, dan penggemar Raka hadir, memberikan penghormatan terakhir kepada maestro yang telah mengisi hidup mereka dengan musik yang indah.
Di saat peti mati diturunkan ke dalam tanah, Lina memegang tangan kedua anaknya. Ia berbisik, “Kita akan baik-baik saja. Ayah sudah mengatur semuanya agar kita tidak perlu khawatir.”
Naya yang masih kecil hanya bisa mengangguk pelan, air mata mengalir di pipinya. Adit, meski berusaha tegar, juga tidak bisa menahan kesedihannya. Namun, mereka tahu bahwa ayah mereka telah memberikan yang terbaik untuk mereka hingga akhir hayatnya.
Nada Terakhir Seorang Maestro bagi Dunia
Setelah pemakaman, kehidupan keluarga Raka berangsur-angsur kembali berjalan. Meskipun masih diliputi duka, mereka bisa menghadapi hari-hari dengan sedikit lebih tenang berkat asuransi yang pernah diurus Raka. Lina mulai bekerja kembali, mencoba menjalani hari-hari dengan semangat baru demi anak-anaknya. Mereka tidak perlu lagi mengkhawatirkan biaya sekolah Adit dan Naya, atau bahkan tagihan bulanan yang terus berdatangan.
Kehidupan memang tidak pernah kembali seperti sedia kala setelah kehilangan orang tercinta. Namun, berkat tindakan bijak Raka, keluarganya bisa bertahan di tengah badai kesedihan yang menghampiri. Asuransi kematian mungkin hanya sebuah istilah bagi sebagian orang, tetapi bagi Lina dan keluarganya, itu adalah jaring pengaman yang menyelamatkan mereka dari jurang keputusasaan.
Di tengah malam, ketika kesedihan kembali menyapa, Lina memutar salah satu lagu Raka. Nada-nada indah itu mengisi ruangan, membawa kenangan manis yang takkan pernah pudar. Di sanalah, dalam alunan musik, Lina merasa Raka masih ada bersama mereka, menjaga dan melindungi dari kejauhan.
Dengan air mata yang mengalir, Lina berbisik, “Terima kasih, Pah. Untuk semuanya.”
Leave a Comment