Pelukan Terakhir di Tengah Kekalutan
Pagi itu, telepon di meja saya berdering nyaring. Di ujung sana, terdengar suara gemetar seorang wanita muda bernama Dina. Dengan suara patah-patah, ia mengabarkan bahwa ayahnya baru saja meninggal dunia secara mendadak akibat serangan jantung. Kesedihannya menyelimuti setiap kata yang diucapkan. Dina terdengar panik, tak tahu harus mulai dari mana untuk mengurus segalanya, Pelukan Terakhir di Tengah Kekalutan.
Sebagai penyedia jasa pengurusan pemakaman 24 jam, saya tahu tugas kami bukan sekadar menyediakan jasa, tetapi hadir sebagai pendamping di saat-saat paling rapuh seseorang. Saya menarik napas panjang dan dengan nada setenang mungkin berkata, “Bu Dina, kami akan membantu Anda mengurus semuanya. Tolong fokuskan energi Anda untuk bersama keluarga. Izinkan kami menangani sisanya.”
Setelah menerima alamat rumah duka, tim kami langsung bergerak. Sebuah ambulans jenazah meluncur menuju lokasi untuk menjemput almarhum. Ketika kami tiba, suasana rumah penuh dengan tangis dan pelukan. Dina dan ibunya berdiri terpaku di samping tubuh ayahnya, seolah tak siap melepaskan kepergian orang yang begitu mereka cintai.
Sebuah Kehangatan
Dengan hati-hati, kami membantu memindahkan jenazah ke dalam ambulans. Tak ada kata-kata yang saya ucapkan saat itu, hanya tatapan penuh empati. Saya tahu, tidak semua duka membutuhkan jawaban; kadang, kehadiran saja sudah cukup.
Setibanya di rumah duka, kami mulai mempersiapkan segala kebutuhan pemakaman. Dina sempat berkata ia ingin prosesi sederhana tetapi penuh penghormatan. Permintaan itu langsung kami tanggapi dengan menyusun rangkaian bunga putih, mempersiapkan kain kafan, dan memastikan tempat peristirahatan terakhir telah siap. Semua dilakukan dengan hati-hati, karena bagi kami, setiap detail memiliki makna besar.
Selama proses berlangsung, saya sempat berbincang singkat dengan Dina. Ia bercerita tentang ayahnya—seorang pria penuh canda yang selalu menjadi pusat kebahagiaan keluarga. Kini, tawa itu telah pergi, digantikan oleh keheningan yang terasa menyayat. Mendengar ceritanya, saya semakin memahami betapa pentingnya tugas kami: memberikan ruang dan waktu bagi keluarga untuk mengucapkan selamat tinggal dengan damai.
Pelukan Terakhir di Tengah Kekalutan
Di hari pemakaman, suasana tenang menyelimuti prosesi. Sebuah mobil jenazah berwarna putih, bersih dan elegan, membawa tubuh almarhum menuju pemakaman. Keluarga dan kerabat mengikuti di belakang, berjalan dalam diam yang penuh makna. Di liang lahat, Dina berdiri memegang ibunya erat. Tangis mereka pecah bersamaan ketika tanah pertama dilemparkan. Saya berdiri agak jauh, memberi ruang, tetapi memastikan semua berjalan dengan lancar.
Setelah prosesi selesai, Dina mendekati saya. Dengan mata yang masih merah dan suara serak, ia berkata, “Terima kasih sudah membantu kami melewati ini. Semua terasa lebih ringan karena kalian ada.”
Kata-katanya itu selalu membekas di hati saya. Dalam profesi ini, setiap keluarga yang kami bantu adalah pengingat bahwa di tengah duka mendalam, kami bisa menjadi jembatan antara kehilangan dan ketenangan.
Ketika kami meninggalkan pemakaman hari itu, saya merasa puas karena telah menjalankan tugas kami bukan hanya sebagai penyedia jasa, tetapi juga sebagai teman dalam perjalanan perpisahan terakhir seseorang. Mungkin kita tak bisa menghentikan kehilangan, tetapi kita selalu bisa membuat perpisahan terasa lebih berarti.
Leave a Comment