Selimut Damai di Tengah Duka
Ketika langit malam menjelma menjadi kelam tanpa bintang, di sebuah rumah kecil di sudut kota, terdengar isak tangis seorang ibu yang tengah berduka. Namanya Ibu Ratna, seorang wanita paruh baya yang baru saja kehilangan suami tercintanya, Pak Budi. Sosok suami yang setia, penuh kasih, dan selalu menjadi tumpuan hidupnya selama lebih dari tiga puluh tahun, Selimut Damai di Tengah Duka.
Ibu Ratna duduk di ruang tamu dengan foto Pak Budi di tangannya. Matanya sembab, tanda dari tangisan panjang yang seakan tak pernah berhenti sejak kabar duka itu datang. Di tengah kesedihannya, pintu rumah diketuk perlahan. Di depan pintu, berdiri seorang pria dengan seragam rapi dari layanan pemakaman Kamboja, membawa seberkas berkas di tangannya.
Duka Yang Mendalam
“Selamat malam, Ibu Ratna. Saya Fajar dari layanan pemakaman Kamboja. Kami datang untuk membantu ibu mengurus segala keperluan pengurusan pemakaman dan administrasi yang diperlukan,” ujar Fajar dengan lembut. Senyumnya menenangkan, seolah membawa sedikit cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti hati Ibu Ratna.
Ibu Ratna hanya bisa mengangguk lemah. Dalam hatinya, ada rasa syukur yang mendalam. Bukan karena merasa terbebani oleh tugas-tugas itu, tapi karena di tengah duka yang menghimpit, ada orang-orang yang peduli dan siap membantu. Fajar dan timnya bekerja dengan cekatan. Mereka mengurus segala sesuatu, mulai dari pemilihan peti mati, penyediaan tempat pemakaman, hingga pengurusan surat-surat kematian.
Selama proses itu, Ibu Ratna bisa fokus pada proses berdukanya. Ia duduk di sudut ruangan, memandangi foto suaminya dengan mata berkaca-kaca, mengenang setiap momen indah yang pernah mereka lalui bersama. Dari hari pernikahan mereka yang sederhana namun penuh cinta, kelahiran anak pertama mereka, hingga masa-masa sulit yang berhasil mereka lewati bersama. Setiap kenangan itu, meski pahit kini, memberikan kehangatan di tengah rasa kehilangan yang begitu besar.
Hari pemakaman tiba. Suasana haru menyelimuti semua yang hadir. Di antara suara tangis dan doa, Ibu Ratna merasa ada ketenangan yang menyelinap di hatinya. Tim dari Kamboja mengatur segala sesuatunya dengan sangat baik, memberi ruang bagi setiap orang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Pak Budi. Mereka memastikan bahwa semua berjalan lancar, tanpa ada satu pun detail yang terlewatkan.
Selimut Damai di Tengah Duka yang Hangat
Fajar mendekati Ibu Ratna setelah upacara pemakaman usai. “Ibu Ratna, jika ada yang ibu perlukan lagi, jangan ragu untuk menghubungi kami. Kami selalu siap membantu,” ucapnya dengan tulus.
Ibu Ratna menggenggam tangan Fajar erat-erat, air mata mengalir di pipinya. “Terima kasih, Fajar. Terima kasih sudah membantu saya melewati hari-hari yang begitu berat ini,” katanya dengan suara bergetar.
Dalam hatinya, Ibu Ratna merasa ada beban yang terangkat. Meski duka itu masih akan ada, meski rasa kehilangan itu tidak akan pernah hilang, namun ia tahu bahwa ia tidak sendirian. Ada orang-orang baik yang siap membantunya, memberikan dukungan dan mengurus segala hal yang perlu diurus.
Di malam hari, ketika Ibu Ratna duduk sendirian di kamar tidurnya, ia memandangi foto suaminya sekali lagi. Ada senyum tipis di wajahnya. Dalam kesunyian, ia berbisik, “Istirahatlah dengan tenang, Budi. Semua sudah diurus dengan baik. Aku akan selalu merindukanmu.”
Dan di tengah duka yang mendalam, Ibu Ratna menemukan sedikit kedamaian. Kedamaian yang datang dari bantuan tulus orang-orang di sekitarnya, yang memahami betapa pentingnya memberi ruang bagi mereka yang berduka untuk merasakan dan mengenang tanpa terbebani oleh hal-hal lain. Kedamaian yang menjadi selimut hangat di tengah kedinginan kehilangan.
Leave a Comment