Serpihan Kenangan
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda tua bernama Ibu Salma. Hidupnya yang sederhana telah dipenuhi dengan liku-liku kehidupan. Suaminya, Bapak Rafiq, telah meninggal dunia setelah bertahun-tahun berjuang melawan penyakit yang tak tersembuhkan. Sekarang, satu-satunya yang tersisa bagi Salma adalah memastikan bahwa suaminya beristirahat dengan tenang Serpihan Kenangan.
Pagi itu, Salma duduk di teras rumah kecilnya. Udara dingin pegunungan menusuk tulangnya. Dia memandang langit yang mendung, merenungkan masa lalu yang telah berlalu bersama Rafiq. Mereka telah menjalani hidup yang penuh cinta dan pengorbanan, meskipun kehidupan membawa mereka melalui berbagai kesulitan.
Kepingan-kepingan Kenangan
Matahari mulai naik di ufuk timur, mengingatkan Salma pada tugas yang menantinya. Dia harus mengumpulkan dana untuk pemakaman Rafiq. Dengan langkah gemetar, dia bangkit dari kursinya dan memasuki rumahnya. Di dalam, ruangan kecil yang sederhana dipenuhi dengan kenangan masa lalu mereka. Foto pernikahan mereka di meja, dan sebuah kursi kosong di sudut ruangan, mengingatkan Salma pada kepergian Rafiq.
“Dia pantas mendapatkan yang terbaik,” gumam Salma pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya.
Salma keluar dari rumahnya dan melangkah ke pasar desa. Dia tahu bahwa dia harus menjual barang-barang terakhir yang dimilikinya untuk mendapatkan dana pengurusan pemakaman yang dibutuhkan. Setiap langkah yang diambilnya membawa serpihan kenangan tentang Rafiq.
Di pasar, Salma menjual barang-barang warisan yang telah ditinggalkan oleh Rafiq. Setiap barang memiliki cerita tersendiri, dan setiap penjualan membawa campuran emosi ke dalam hatinya. Namun, dia tahu bahwa dia harus kuat demi Rafiq.
Kehidupan Berlanjut Serpihan Kenangan
Saat matahari mencapai puncaknya di langit, Salma masih jauh dari mencapai targetnya. Dia menyadari bahwa dia harus mencari cara lain untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan. Dengan langkah lemah, dia berjalan ke rumah tetangganya, Nyonya Farah, yang telah lama menjadi sahabatnya.
Dengan hati yang berat, Salma menceritakan kepada Nyonya Farah tentang kesulitannya. Nyonya Farah, yang juga telah kehilangan suami beberapa tahun yang lalu, merasa terharu mendengar cerita Salma. Tanpa ragu, dia menawarkan bantuan.
“Kamu tidak sendiri, Salma. Kita akan melalui ini bersama-sama,” kata Nyonya Farah dengan penuh semangat.
Bersama-sama, mereka menyusun rencana untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan. Mereka mengadakan acara penggalangan dana di desa, dengan menyajikan makanan dan barang-barang kerajinan tangan yang mereka buat sendiri. Desa kecil itu dengan cepat merespons, dengan penduduknya datang untuk memberikan dukungan dan sumbangan.
Malam itu, di bawah langit yang berbintang, Salma duduk di teras rumahnya lagi. Kali ini, dia tidak sendirian. Nyonya Farah duduk di sebelahnya, bersama dengan beberapa tetangga yang telah membantu mereka dalam upaya penggalangan dana.
Salma memandang ke langit yang tenang, merasa hening dalam hatinya. Meskipun kehilangan Rafiq adalah pukulan yang berat baginya, dia merasa bersyukur atas dukungan dan persahabatan yang dia temui di sepanjang perjalanan ini.
“Terima kasih, Rafiq,” gumam Salma pelan, membiarkan angin malam membawa kata-katanya ke langit. “Kami akan mengingatmu selamanya.”
Mereka bertiga duduk di teras rumah, berbagi cerita dan tawa, merayakan persatuan mereka dalam menghadapi cobaan hidup. Dan di tengah-tengah cahaya rembulan yang memancar, serpihan kenangan tentang Rafiq hidup dalam hati mereka, mengikat mereka bersama dalam ikatan yang tak terlupakan.
Leave a Comment